Tentang Rumah, Keluarga & Kopi
Desember bulan dipenghujung tahun, penutup dari akan datang nya tahun yang baru dan januari dengan harapan. Menyudahi adalah hal yang memilukan dan menyenangkan, kenapa? Lho kok malah memilukan? Karena yang tinggal akan pergi, yang dialami akan terkenang, yang terkenang akan terlupakan dan akan terbuang. Terbuang setelah terproses atau terbuang dengan utuh. Menyenangkan? Lho kok? Mengapa demikian? Tak ada satu orang pun yang rela hidup dalam suatu tempat yang membuatnya menderita, kering, sakit dan mati secara perlahan. Dan tak ada satu tempat pun di dunia yang demikian, kalau dalam diri seseorang itu tak terpenjara secara pemikiran dan perbuatan. Senang bisa menyudahi hal-hal yang di anggap sebagai sebab dari apa yang dirasa sakit, padahal dari kesakitan itu banyak hikmah yang bisa kita ambil dan akan datang kembali kesakitan-kesakitan yang lain, dengan kadar yang lebih banyak atau lebih sedikit. Itu semua akan menguji kita agar selalu lebih baik dalam meningkatkan hakikat kita sebagai manusia. Pada tahun di lingkar kalender yang akan tergantikan, entah berapa banyak keringat dan air mata keluar yang di setiap tetes nya ada harapan dan doa yang terwujud atau hilang bersamanya. Akan tetapi, Perkembangan zaman membuat pergaulan tidak seakrab dahulu, dimana secangkir kopi bisa mencairkan dan menyatukannya pada setiap adukan yang larut oleh air mendidih dengan temperatur yang terlatih di sore hari di teras rumah sampai ditengah sawah, atau bercengkrama bersama malam dengan kasih saling mengingatkan, berbalas petuah dan berkhias pada suatu kisah. Hingga Keluarga itu Besar.
Namun tulisan yang akan dilupakan dan tak berarti apa-apa ini “Tentang Rumah” yang pada makna nya tetap ikhlas dan tak akan pernah kemana-mana bila dalam bentuk dan letak nya tidak berpindah atau tergusur, akibat adanya pembangunan sarana prasana fasilitas umum atau oleh pihak swasta yang membangun perusahaan yang bukan pada tempatnya. Akan tetapi Rumah yang sebenarnya ada disini, dimana tak akan pernah berubah dalam bentuk dan tergusur oleh kepentingan, surut oleh waktu dan runtuh oleh masa. Rumah itu letaknya didalam (hati) yang tak terjama oleh debu sedikit pun, ia akan terawat dan terpelihara dengan baik, sebaik-baiknya kita menjaga hati. Rumah yang dibangun atas dasar kecintaannya pada keluarga.
Dan “Tentang Keluarga”, dimana Rumah itu adalah tempat tinggal yang paling aman dan nyaman dari huru-hara penghuni dunia yang sudah mulai kurang ramah dan mudah marah. Keluarga ialah kumpulan kasih sayang tulus yang dimana ada berbagai kehangatan dan suplemen kehidupan yang menyerupai sosok wanita hebat yang sering kita memanggilnya Ibu, dan sosok lelaki gagah perkasa yang tegak berdiri kokoh membelai pipi kita dengan tangan yang kasar dengan belaian kasih yang sering ia lakukan saat kita tertidur lelap sewaktu kecil setelah ia pulang lembur kerja. Keluarga layak nya saung di tengah sawah padi yang terhampar di pagi hari bersama burung yang riang bersuil dan terbang kesana kemari. Ia itu bukan saung nya akan tetapi suasana nya, ia bukan sawahnya akan tetapi hempasan udara nya, ia bukan suilan burungnya akan tetapi ia iramanya, dan ia bukan sayapnya akan tetapi kepakan dan keseimbangan nya.
Lalu Kopi, tawaran pertama kala kita bercengkrama dan bersahaja dengan saudara-saudara kita di perdesa sampai perkotaan. Dari arabika sampai robusta, dari kopi amerika sampai kopi wamena. Akan tetapi kopi ‘Tubruk’ yang cocok untuk menikmati pagi hingga malam menanti pagi lagi, sambil bertukar cerita dalam akrabnya suasana bersama. Kopi akan selalu ada dalam ruangan kantoran hingga ditempat emperan, melarutkan persoalan dari persekongkolan sampai kesalahpahaman. Cerita kopi kemarin akan menjadi aroma yang tak pernah hilang pada ruang-ruang kopi selanjutnya, dan akan begitu seterusnya.
Begitulah kisah yang termaktub dipenghujung tahun tentang ‘Rumah, Keluarga dan Kopi’ yang akan selalu berotasi dan berevolusi setiap paginya.
Terima kasihku pada Atap, Rengkuhan dan Kepahitan.